Tags: Al-Nisa': 124,
An-Nahl : 97, At-Taubah : 71, Fitnah Harta, Fitnah Takhta, Perempaun dan
Harta, Perempuan dan
Takhta
“Bekerjalah demi
cita-cita dirimu yang hakiki di dunia ini. Jangan sampai kau terjerat oleh
bujukan…, nafsumu yang berlebihan pada dunia. Dialah sumber bencana dan
kepiluan hidupmu. Selama hanya tubuh yang kau rawat dan kau manjakan, jiwamu
tidak akan subur, juga tidak akan teguh. Hawa nafsumu adalah ibu semua berhala.” (Jalaluddin Rumi, Matsanawi).
Yaa Ilaahi, dengan
menyebut kesucian nama-Mu, yaa Al-Qudduus.
Apa yang bisa dibanggakan oleh
seorang muslimah kepada kaumnya sendiri, kepada lelaki, dan kepada
dunia?Jawabannya tak lain adalah ketakwaannya kepada Allah (Iman),
keluhuran budi pekerti (Akhlaqul Karimah), dan kecerdasan memahami agama
(Ilmu dan Amal).
Dalam beberapa hadist,
Rasulullahmengingatkan umatnya, agar berhati-hati soal perempuan – harta –
takhta. Sebab pengaruh ketiganya cenderung menjadikan seseorang sombong, lupa
diri, melanggar perintah agama, hingga melupakan Allah. Menurut pandangan ulama
dan sufi, ketiganya bisa membuka pintu-pintu fitnah dan bencana, bila tidak
disyukuri dan dimanfaatkan secara benar.
Terdapat dua hal dalam
diri perempuan yang menjadi kelebihan dirinya dibanding lelaki.Pertama,
kecantikan dan kemolekan tubuh yang diakibatkan oleh kodrat penciptaannya
(organ-organ reproduksi). Kedua, sifat lemah lembut, kehalusan
perilaku, dan perasaan. Dua kelebihan ini selalu menjadi godaan terbesar bagi
lelaki. Terutama yang lemah imannya dan mengartikan tubuh perempuan sebagai
barang pemenuhan nafsu syahwat.
Kecantikan dan kemolekan
tubuh perempuan adalah karunia Allah. Oleh banyak lelaki, perempuan
dilihat sebagai barang atau materi untuk memenuhi kebutuhan nafsunya. Serupa
dengan itu, perempuan melihat kemuliaan dan keindahan dirinya dari kelengkapan
anggota tubuh dan kesempurnaannya. Hingga tak salah, bila banyak perempuan
lebih tertarik mengurus dan merawat bagian-bagian tubuhnya yang dipandang mampu
memberikan daya tarik kepada lawan jenis.
Pandangan di atas
sangat salah! Bertentangan dengan tujuan Allah menciptakan perempuan. Diri
perempuan tidak bisa disamakan atau diperbandingkan dengan harta dan takhta.
Perempuan bukan harta atau barang yang diciptakan sebagai hiasan dan pajangan
dan pemuas kebutuhan. Tetapi ia diciptakan untuk menyempurnakan sifat kehidupan
dan kehambaan lelaki. Sebagai ciptaan dan hamba, perempuan dan lelaki memiliki
kedudukan sama dalam pandangan Allah.
Bicara perempuan, harta
menjadi bagian di dalamnya. Dengan harta, perempuan bisa meningkatkan derajat
kecantikan dan keindahan tubuhnya. Sebaliknya dengan tubuh cantik dan indah,
perempuan bisa mengumpulkan harta kekayaan. Mempercantik dan memperindah tubuh
bagi perempuan, tidak dilarang dalam Islam. Malahan Islam menganjurkan
perempuan melakukannya dengan tiga alasan utama: mensyukuri karunia Allah, menghargai
diri sendiri, dan membahagiakan suami. Yang menjadi masalah, bila semua itu
dilakukan tidak mengikuti perintah agama.
Berbeda dengan
perempuan, lelaki dikaruniakan oleh Allah, kekuatan dan ketangguhan fisik – dan
kelebihannya yang paling utama adalah kesadaran untuk menggunakan potensi
akalnya. Lazimnya harta – materi atau barang, ia hanya bisa diperoleh dengan
perantaraan penggunaan akal.
Sesuai kodratnya,
lelaki bertanggungjawab mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan istri dan
anaknya. Sedangkan perempuan adalah pengguna – pemanfaat harta suaminya.
Kondisi ini banyak kita temui di kehidupan sehari-hari. Meskipun pada beberapa
kasus, banyak perempuan mencari nafkah untuk keluarganya akibat berbagai
alasan.
Islam menganjurkan
umatnya bekerja mencari rezeki untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kepemilikan
harta membantu seseorang taat beribadah kepada Allah dan mampu melakukan amal
saleh. Dalam Islam, harta adalah sarana dan alat untuk melakukan keimanan dan
ketakwaan kepada Allah. Tetapi kecintaan yang berlebihan terhadap harta, bisa
menyebabkan seseorang terjerumus menuruti hawa nafsu dan melanggar perintah
agama.
Dalam banyak hal,
perempuan mengartikan harta sebagai pembentuk cinta kasih. Seorang ibu, memberi
makan atau membelikan mainan untuk anaknya, akan diartikan sebagai bentuk
cintanya; jika dilakukan seorang ayah, akan diartikan sebagai bentuk
tanggungjawab. Seorang perempuan memberi hadiah kepada kekasihnya, akan
diartikan sebagai bentuk cinta kepada kekasihnya; jika dilakukan seorang
lelaki, akan diartikan sebagai, “kemampuan diri” menyenangkan hati kekasihnya.
Jarang ditemukan,
kehidupan perempuan tanpa harta. Seringkali harta menyebabkan banyak perempuan
tergelincir dalam lembah kenistaan. Mereka bisa menjual diri agar hidup
bergelimang harta. Hanya sedikit perempuan yang mampu menjaga kemuliaan
dirinyadari jeratan fitnah harta. Perempuan bisa menjadi royal dengan harta
yang dimiliki, bisa juga kikir.
Di dalam hadist
Rasulullah yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi, terdapat pesan jelas tentang pentingnya
memahami tujuan kepemilikan harta: “Harta kekayaan adalah sebaik-baik
penolong bagi pemelihraan ketaqwaan kepada Allah.” Dalam hadist
yang diriwayatkan Aththusi,Rasulullah bersabda: “Cinta yang sangatt
erhadap harta…, dapat mengikis agama seseorang.”
Takhta adalah kekuasaan
dan kewenangan yang dimiliki seseorang berdasarkan status/jabatan sosial yang
diemban. Ada takhta yang diperoleh berdasarkan mandat dan amanah dari banyak
orang lain; dan ada juga yang diperoleh tanpa itu atau dengan cara salah, atau
pemaksaan kehendak dan pengambilalihan secara paksa.
Takhta sebagai amanah,
perempuan dituntut mampu menguasai kelebihan dirinya, kecantikan tubuh dan
kehalusan perasaan. Yaitu mampu memelihara kecantikannya dengan tidak
menjadikannya sebagai alat penakluk lelaki dan pembanding dengan sesamanya;
agar ia mampu menutupi pintu-pintu kelemahan perasaannya dengan potensi
akalnya. Ia bisa bijak membedakan dan menempatkan jelas sifat keperempuanan,
sifat seorang istri, dan naluri keibuannya.
Terlepas baik buruk
cara memperoleh takhta, bila dijalankan tidak sesuai nilai-nilai Ilahi dan
kepentingan masyarakat, pasti menimbulkan kemanusiaan. Menjadikan penguasa
berlaku sewenang-wenang dan menindas orang lain. Penguasa mementingkan diri
sendiri dan keluarga dan kelompoknya saja. Kepentingan orang banyak akan
dikorbankan.Malahan dalam banyak kasus, penguasa akan menjadi otoriter dan
zalim.
Allah dan Rasulullah
tidak melarang perempuan mencari dan memiliki takhta. Kepemimpinan dan
kekuasaan bukan hak dan milik lelaki saja. Siapapun dia, mempunyai hak yang
sama. Kepemimpinan pada dasarnya adalah kepercayaan. Atau amanah yang diberikan
oleh Allah kepada seseorang lewat perantaraan banyak orang lain.
Islam mengharuskan
umatnya lebihdulu memiliki iman dan ilmu yang cukup sebelum memegang takhta.
Iman akan menjadi cahaya baginya untuk membedakan baik dan buruk – halal dan
haram. Sedangkan dengan ilmu ia berjalan menuju kebaikan dan meninggalkan
keburukan – melakukan yang halal dan menjauhi yang haram. Keharusan ini bukan
tanpa alasan logis. Telah banyak bukti, bagaimana akibat buruk fitnah dan
bencana terjadi akibat penyalahgunaan kekuasaan.
Dalam kehidupan
manusia, godaan terbesar lelaki adalah perempuan, kemudian kekuasaan.
Sebaliknya, godaan terbesar perempuan adalah kecantikan dan keindahan tubuhnya,
kemudian harta. Menyangkut takhta, meskipun perempuan tidak memilikinya, tapi
ia pandai menggunakan tangan lelaki sebagai perpanjangan kekuasaannya. Dengan
kecantikan dan kemolekan tubuh – rayuan dan bujukan– kelemahlembutan dan
penyayang, perempuan dapat menundukkan seorang lelaki yang berkuasa.
Umumnya dengan
kekuasaannya perempuan menggunakannya untuk memperindah dan memelihara
tubuhnya. Ia mengelola perasaannya dan mengeluarkannya mengikuti
anggota-anggota tubuhnya. Sedangkan lelaki menggunakan kekuasaan untuk
menunjukkan jati diri, kehebatan dan kemampuannya kepada orang lain. Perempuan
menggunakannya untuk menundukkan dominasi lelaki, menjadikan tubuhnya lebih
cantik daripada sesamanya. Lelaki menggunakannya untuk menguasai dan
menaklukkan – mempertegas dan memperkuat dominasinya agar dihormati,
disegani, dan ditakuti.
Kenapa dalam penggunaan
kekuasaan, terjadi perbedaan menyolok secara psikhis dan pikiran antara
lelakidan perempuan? Mengesampingkan teori-teori psikologi, saya dekati
perbedaan ini dari sifat dasar perempuan: menggunakan lebih besar perasaan
daripada akalnya untuk memutuskan dan menyelesaikan masalah.
Dalam sejarah Islam,
kita kenal banyak muslimah kaya raya dan menjadi pemimpin bangsa atau kaumnya. Sebut
saja di antaranya, Ratu Balqis (istri Nabi Sulaiman AS), Siti Khadijah RA
(IstriRasulullah SAW), Sultanah (dan Laksamana) Malahayati dari Kesultanan
AcehDarrussalam… dll.
Terdapat seorang
perempuan pemimpin dan dua orang anaknya yang saya contohkan di sini, yaitu:
Ibunda Fatimah az-Zahrah serta anaknya Imam Hasan RA dan Imam al-Husen RA.
Pada masa Rasulullah,
seluruhpenduduk di Makah dan Madinah dan sekitarnya mengenal dua sosok pemuda
yang dihormati dan dimuliakan, Imam Hasan RA dan Imam Husen RA. Keduanya
dihormati dan dimuliakan, bukan hanya karena kakeknya Rasulullah SAW dan
ayahnya Imam AliRA. Tetapi memiliki keimanan dan ketakwaan yang tinggi kepada
Allah, kecerdasan ilmu agama dan ilmu lain, kecakapan memimpin, kebaikan dan
kebagusan amal saleh, keluhuran dan kemuliaan akhlak, dan ketampanan wajah dan
keindahan tubuh.
Lazimnya manusia, kedua
putra Fatimah juga memiliki kelemahan. Imam Hasan dengan ketampanan wajah dan
kebagusan tubuhnya dan kelemahlembutan perilaku dan tutur kata, membuat ia sangat
dicintai perempuan. Hal ini membuat ia banyak melakukan kawin cerai. Imam Husen
dengan sikapnya yang tegas, tidak kenal kompromi terhadap kesalahan dan dosa,
ketaatannya terhadap nilai dan prinsip ilmu, membuat ia banyak tidak disukai
orang. Namun kelebihan mereka dalam iman, ilmu, dan amal saleh, membuat
kelemahan-kelemahan keduanya tertutupi dengan sendirinya.
Fatimah az-Zahrah RA,
ibunda mereka, menjadi sosok perempuan – ibu – dan istri yang dimuliakan,
dihormati, dan diteladani perilakunya oleh seluruh kaum muslim di masanya.
Meskipun Imam Ali terkenal memiliki ketinggian ilmu dan ketakwaan yang tak
tertandingi di kalangan sahabat Rasulullah, tapi dalam pembinaan dan
pembentukan akhlak dan pendidikan agama, ia harus mengakui kelebihan istrinya.
Dalam banyak literatur
Islam tentang peran perempuan (istri dan ibu) sebagai peletak dasar-dasar
pendidikan akhlak dan ilmu agama, kehidupan Fatimah az-Zahra dijadikan sumber
rujukan dan contoh.Hal ini tidak berlebihan, beliau adalah putri Rasulullah
yang menerima pendidikan langsung dari ayahnya yang mulia.
Sederet penjelasan
tentang kehormatan dan kemuliaan keluarga Ahlul Bait di atas, tidak lahir dari
harta dan kekuasaan. Tetapi dari ketaatan dan ketakwaan, kemuliaan akhlak,
serta kecerdasan ilmu. Seorang ibu yang memiliki ketiga sifat ini dalam
dirinya, dijamin akan melahirkan anak-anak yang mencintai Allah dan menabur
kebaikan bagi orang lain. Dalam konteks ini, takhta atau kekuasaan dimaksudkan
sebagai kemampuan perempuan menggunakan kelebihan-kelebihan kodratinya
melahirkan dan memelihara calon-calon pemimpin, serta menjadi pemimpin yang
ber-akhlaqulkarimah.
Kalau dipikir, Fatimah
az-Zahrah bisa saja menjadi Khalifah sepeninggal ayahnya, Rasulullah. Beliau
memiliki ilmu dan kecakapan lebih tinggi dari suaminya. Ia akan ditopang
oleh suaminya, sahabat-sahabat Rasulullah menyayanginya, dan dimuliakan oleh
seluruh umat muslim. Kakek, ayah,dan suaminya berasal dari dua suku besar yang
menjadi bangsawan terkemuka dan pemilik hak waris pemegang kunci Ka’bah. Belum
ditambah lagi dengan bantuan dua anak lelakinya yang dikenal sebagai “pemuda
yang wajahnya dirindukan surga”.
Lalu kenapa Fatimah
az-Zahrah tidak berpikir atau tidak memajukan dirinya sebagai pemimpin –
Khlaifah?Terlepas dari ketetapan Allah atas dirinya, juga dari sistim
patriarkhi yang menjadi budaya bangsa Arab, di sinilah sebenarnya bagian yang
harus membuat setiap pribadi muslim berpikir dan merenungi pesannya.
Kita tahu bahwa setelah
wafatnya Rasulullah, masa kekhalifahan Abu Bakar as-Shiddiq RA, Umar bin
Khattab RA, Usman bin Affan RA, Ali bin Abi Thalib RA, hingga Mu’awiyah RA,
senantiasa diselimuti fitnah, konflik, penyebaran aib, makar, hingga
pembunuhan. Ini menjadikan sejarah Islam paska Rasulullah, tidak memiliki
kejadian pilu dan menyedihkan tentang sosok seorang muslimah pemimpin. Muslimah
pada generasi ini memberikan keharuman perilaku tanpa cacat cela ke seluruh
penjuru dunia.
Apakah perempuan pada
jaman Rasulullah dan sahabatnya tidak menjadi pemimpin, atau dilarang menjadi
pemimpin? Sama sekali tidak demikian. Sebaliknya kejadian ini oleh para
musuh-musuh Islam dan kalangan liberalis dianggap sebagai praktik dan bentuk
diskriminasi dan pelecehan terhadap hak-hak perempuan.
Sekali lagi, Islam
tidak melarang perempuan menjadi pemimpin, memiliki kekuasaan dan harta. Musuh
sejati perempuan adalah dirinya sendiri: Fitnah yang bersumber dari kelebihan
perasaandan bentuk fisiknya. Olehnya, Allah memberikan peringatan dalam
urusan ini. Banyak musuh Islam mengatakan,“ajaran Islam merendahkan martabat
perempuan atau tidak memerdekakan perempuan sesuai hak-hak kemanusiaannya”.
Pernyataan di atas,
saya jawab dengan pertanyaan, “agama atau kepercayaan mana di yang di dalam
kitab suci dan ajaran agamanya tertulis pemuliaan dan pengagungan derajat
perempuan? Hanya di dalam Al Qur’an dan ajaran Islam, hak-hak perempuan
tertulis jelas dan mendapatkan tempat terhormat.
Kesalahan kebanyakan
terjadi dalamaspek ini, lebih disebabkan oleh kekeliruan penafsiran ayat Al
Qur’an danhadist. Latar belakangnya sudah tentu faktor budaya, lingkungan
tempat tinggal, dan tingkat kepahaman penafsir. Saya berikan satu bentuk
persamaan hak (dan kewajiban) perempuan dan laki-laki yang dinyatakan oleh
Allah secara tegas didalam Al Qur’an:
- “Dan orang-orang yang beriman,lelaki dan perempuan, setengahnya menjadi penolong bagi setengahnya yang lain;”(QS. At-Taubah : 71)
- “Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl : 97).
- “Barang siapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidakdianiaya walau sedikit pun.” (QS. Al-Nisa’: 124).
Tanpa harus saya
berikanpenjelasan dan penafsiran panjang lebar, ketiga ayat di atas sudah
memberikan pesan jelas, bahwa perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama
atas hartadan kekuasaan – takhta. Yang membedakan, hanya iman dan amal saleh.
Bila seorang lelaki
sholeh menjadi pemimpin, dan istrinya berperilaku buruk, maka ia akan menjadi
buruk pada akhirnya. Bila seorang lelaki buruk menjadi pemimpin, dan istrinya
berperilaku baik, maka ia akan menjadi baik pada akhirnya. Demikian besarnya
kekuatanperempuan mempengaruhi lelaki. Hingga ada ungkapan populis yang
berbunyi, “Di balik kehidupan seorang lelaki yang sukses, di pasti pasti
terdapat seorang perempuan hebat yang mendukungnya.”
Menyangkut takhta atau
kekuasaandan kewenangan, besar kecenderungan, perempuan menggunakannya untuk
menyalurkan perasaannya. Banyak perempuan sulit menempatkan diri berdasarkan
status dan peran sosial yang diembannya. Terlebih ketika ia menjadi tokoh
publik dan beraktifitas dalam ruang publik. Sering terjadi, penggabungan naluri
seorang ibu dan istri ketika memimpin banyak orang. Padahal yang harus
mengemuka dan menjadi panglima adalah prinsip-prinsip manajerial dan tata
aturan yang telah disepakati bersama.
Harta dan takhta, dalam
pandangan Islam, selalu memunculkan dua pertanyaan mendasar: Dari mana –
bagaimana memperolehnya, dan untuk apa digunakan. Pertanyaan ini tidak hanya
untuk perempuan, tapi juga lelaki. Bisa jadi keduanya diperoleh secara benar –
halal, tapi penggunaannya salah. Atau sebaliknya.
Seluruh penjelasan di
atas, memiliki batasan tipis dan halus. Juga terkesan subjektif. Bisa jadi
tidak berlaku umum. Namun saya ingin memberikan pesan, bagaimana perbedaan
pemahaman yang umumnya terjadi antara perempuan dan lelaki tentang arti harta
dan takhta. Simpulannya, hartadan takhta, bila tidak dimaknai sebagai sarana
untuk mendekatkan diri kepada Allah, maka akan mendatangkan fitnah dan menjadi
bencana bagi pemiliknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar